Salah Bantal

Teknik Canggih SEO Terbaru, Tutorial Blogging, Tugas Softskill Gunadarma

Korupsi



TUGAS SOFTSKILL

KORUPSI


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.


Macam – macam Korupsi
            Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu :
  1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
  2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
  3. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
  4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
  5. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
  6. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
Dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi yaitu:
1.Model korupsi lapis pertama: Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
2.Model korupsi lapis kedua: Jarring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
3.Model korupsi lapis ketiga: Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.


Sebab – sebab Korupsi

            Banyak faktor penyebab korupssi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:
ü  Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
ü  Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
ü  Kurangnya pendidikan.
ü  Adanya banyak kemiskinan.
ü  Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
ü  Struktur pemerintahan.
ü  Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

ciri-ciri korupsi
            Ada bermacam – macam ciri korupsi. Menurut ahli sosiolog dalam bukunya menerangkan beberapa ciri koruptor, yaitu:
Ø  Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
Ø  Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
Ø  Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbal balik.
Ø  Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.
Ø  Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
Ø  Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
Ø  Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.

Contoh Kasus

Dalam makalah ini kami akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia Pohan.
            KPK berhasil mengusut kasus korupsi untuk kesekian kalinya. Mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan tersandung dakwaan kasus korupsi. Aulia Pohan dianggap melakukan penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp 100 miliar. Dalam kasus ini menyeret pula beberapa nama yaitu Maman H. Soemantri, Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim Tadjudin . Terjadi pro dan kontra dalam kasus ini, dikarenakan Aulia Pohan tidak ikut memakan hasil korupsi tersebut sedangkan disisi lain Aulia Pohan bersalah karena memiliki ide tersebut.
            Majelis hakim Pengadilan Tipikor akhirnya mengganjar besan presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5 tahun penjara. Sama hal nya kawan-kawannya yang mendapatkan hukuman penjara 4 hingga 4,5 Tahun serta denda masing-masing 200Juta. Dalam putusan itu, majelis hakim sesungguhnya tidak kompak. Empat hakim, yakni Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan Slamet Subagyo menilai Aulia cs dinilai terbukti dakwaan primer yang melanggar pasal 2 (1) UU Pemberantasan Tipikor dan melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.  Hakim Hendra Yospin, anggota majelis yang lain, menilai Aulia cs telah menyetujui pencairan dana Rp 100 miliar itu di luar sistem anggaran.
            Pada saat peringatan HUTRI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia Pohan cs mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga terpidana korupsi aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI)BI menerima pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan cs resmi bebas bersyarat. Seperti yang diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, “Dia sudah boleh pulang ke rumah, tapi tidak boleh kemana mana sampai masa tahanannya berakhir. Untuk bebas bersyarat, syaratnya harus juga sudah membayar semua denda kepada negara.” Pembebasan bersyarat itu diterima Aulia setelah dia menjalani dua pertiga masa tahanan. Aulia Pohan ditahan sejak 27 November 2008. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengurangi hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi tiga tahun penjara.

Analisis Kasus
o    Materil
Hukum materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat dihukum. Dalam contoh kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar pasal 2 ayat 1 UU pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan tipikor yang berisi Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
o   Formil
Hukum formil adalah hukum yang mengatur cara menghukum seseorang yang melanggar hukum pidana. Hukum formil merupakan pelaksanaan hukum materil. Dalam kasus ini yang merupakan hukum formil adalah KPK yang mengusut kasus melaporkanya ke pengadilan agar ditindak lanjuti kasus tersebut.
o   Hukum Pidana
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum.
Kasus Aulia Pohan termasuk dalam peanggaran hukum pidana bukan pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia Pohan telah melanggar kepentingan umum yaitu merugikan keunangan negara.
o   Subjek
Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum, ber hak atau berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum. Dalam kasus ini yang temasuk subjek hukum adalah Aulia Pohan dan kawan-kawan, BI, YPPI, dan KPK.
o   Objek
Segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi objek suatu perhubungan hukum. Dalam kasus ini yang merupakan Objek hukum adalah uang 100 Milyar. Uang tersebut adalah uang hasil korupsi Aulia Pohan dan kawan-kawannya.
Analisis Kasus di Berbagai Perspektif
1.      Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris dan analitis mempelajari hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial dan gejala-gejala sosial lainyya. Sosiologi hukum juga memperjelas praktik-praktik hukum.
Dalam makalah ini, Aulia Pohan terbukti menuangkan suatu ide dalam penyalahgunaan sana YPPI. Hal tersebut melanggar pasal 2 ayat 1 UU pemberantasan Tipikor dan pasal 3 UU pemberantasan Tipikor. Meski hasil korupsi tersebut tidak satu rupiahpun Aulia nikmati namun Aulia Pohan telah memperkaya orang lain dengan penyalahgunaan dana tersebut. Apa yang dilakukan Aulia dan kawan-kawan telah merugikan uang negara.
2.      Ekonomi Hukum
Ekonomi hukum adalah suatu ilmu yang dapat duigunakan dalam hukum untuk mengetahuiada tidaknya kerugian terhadap keuangan negara.
Kasus Aulia Pohan merupakan kasus korupsi, maka ilmu ekonomilah yang snagat membantu dalam proses pembuktiannya. Aulia pohan telah merugikan uang negara sebesar 100 Milyar rupiah.
3.      Politik Hukum
Suatu proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-ketegangan yang ada dalam masyarakat.
Aura politis ada dalam penyalahgunaan dana YPPI yang menyeret Aulia Pohan ke meja hukum. Aulia dan kawan-kawan bekerjasama dalam pencairan dana tersebut. Pembebasan Aulia Pohan juga diduga mengandung unsur politik. Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang presiden yang artinya bebasnya Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang presiden beserta partain ya. Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu hukuman yang di tetapkan hakim.
Tawaran Solusi
            Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
v  Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
v  Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
v  Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsiyangtepatyaitu:Strategi Preventif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi. Strategi Deduktif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
  1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
  2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
  3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
  4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan

Related Post:

Widget by [ salahbantal ]



 
Return to top of page Copyright © 2010 | salahbantal Converted into Blogger Template by Denih Edogawa